SEJARAH
SINGKAT PETUNGKRIYONO
a. Toponimi Petungkriono
Toponimi yaitu nama-nama tempat dimuka bumi yang
berasosiasi dengan peristiwa sejarah masa lampau. Untuk mengetahui Toponimi
biasanya dilakukan dengan pendekatan ilmu etimologi yaitu ilmu tentang asal-usul
arti kata, begitu halnya dengan Petungkriono yang berada di Kabupaten
Pekalongan bisa kita lakukan pengkajian lewat ilmu etimologi.
Menurut Etimologi, Petungkriono terdiri dari kata
Petung dan Kriono. Petung dari kata Betung dalam bahasa Mealyu Kuno yang
artinya rumpun bambu. Nama Betung pada masa pemerintahan Mataram Kuno sering
dipakai sebagai nama orang atau nama sungai, sedangkan nama Kriono asal dari
kata Rakyana (karayan) nama suatu jabatan kepala pemerintahan wilayah Sima.
Sebutan Rakyan berasal dari kata Rakai.
Dengan demikian berdasarkan kajian diatas, dapat
kita tarik kesimpulan bahwa Petungkriono dapat diartikan sebagai nama Rakyan
Betung, Dengan melihat fakta lapangan bahwa peninggalan-peninggalan di
Petungkriono terdapat beberapa fragmen candi dan arca serta lingga, hal itu
menunjukkan bahwa Petungkriono dahulunya merupakan suatu pusat pemerintahan
tingkat Sima atau Swatanta,menurut pola MataramKuno.
b. Potensi Alam dan Budaya
Petungkriono terletak ditengah-tengah jalur wisata
alam dan budaya dari Jogja-Borobudur-Magelang–Wonosobo-Banjarnegara-Pekalongan
dan Jakarta dan merupakan letak strategis jalur wisata pantura dari
Surabaya-Semarang-Pekalongan-Jakarta.
Dengan letaknya yang strategis itu ternyata juga,
Petungkriono merupakan salah satu bagian dari kawasan Dieng yang kaya dengan
potensi alam dan Wisata Budaya .Selain kawasan hutan yang masih luas (kurang
lebih 6000 Ha),habitat bagi kehidupan satwa endemik dilindungi disana seperti
elang jawa, owa,surili,macan tutul dan macam kumbang.Hal menarik lain adalah
apabila dilihat secaa bioregion kawasan Petungkriono juga memiliki posisi
penting sebagai cathment area (daerah tangkapan air) dengan sungai Kupang dan
sungai Sengkarang yang menjadi sumber kehidupan bagi daerah-daerah dibawahnya yaitu
Kabupaten Pekalongan sendiri, Kota Pekalongan, Batang dan Banjarnegara.
Apabila dilihat dari Situs Budaya. Petungkriono juga
memiliki nilai histories/kesejarahn yang cukup penting di Jawa. Yaitu berupa
peninggalan sejarah dari masa kerajaan Mataram Hindu (abad VII sampai abad IX
M) seperti Situs Nogopertolo, (lingga-Yoni), Situs Gedong, situs candi,dan
beberapa peninggalan sejarah dari masa kerajaan Islam (petilasan Kyai Bagus
(didusun Kambangan desa Tlogopakis dan Kyai Wendran didusun Dranan desa Yosorejo.
Nilai-nilai dan kesenian lokal yang masih
dipertahankan di Petungkriono seperti Nyadran Tlogo, Nyadran Bumi, Kesenian
ronggeng, kuntulan, jaran embig (kuda kepang), tradisi gedig ( berburu babi
hutan).
c. Peninggalan Benda Cagar Budaya (BCB) di Petungkriono
Adapun peninggalan-peningan situs-situs di
Petungkriono adalah sebagai berikut;
a. Situs Linggo Yoni
Situs ini berlokasi di dusun kambangan desa
Tlogopakais, Sudah diadakan kegiatan antara lain; pendataan penyelamatan Tahun
1990/1991, pendataan Benda Cagar Budaya (BCB) Tahun 1993/1994 dan pengadaan
juru pelihara Tahun 1982/1983.
Pada lokasi situs itu terdapat satu buah lingo yoni,
dan 2 (dua) buah arca.
b. Situs Linggo Yoni (Naga Pertala)
Situs ini berlokasi didusun Tlogopakis desa
Tlogopakis. Ditemukan sekitar abad ke IV-IX SM.
Pada lokasi situs terdapat hiasan Ular Naga dibawah
cerat Yoni, tubuh naga melingkar dibawah badan Yoni, naga memakai anting-anting
kalung (kluntingan), lidah menjulur keluar daengan hiasan daun, terdapat dua
buah lingo semu diatas cerat yang berada dikomplek situs lingo yoni.
c. Situs Arca Ganesha
Situs ini berlokasi di desa Tlogopakis,.terdapat
warna abu kehitam-hitaman pad situs ini, dan terletak berada pada situs lingo
yoni.
d. Y o n i
Lokasi situs ini berada didusun Tlogopaskis desa
Tlogopakis. Kondisi sekarang Situs ini dalam keadaan ambruk ditengah sawah yang
dulu diperoleh lewat cara hasil ekskavasi/survey.
e. 2 Lumpung
Lokasi situs ini berada didusun Kambangan desa
Tlogopakis, di Situs ini terdapat warna abu-abu kehitam-hitaman yang menurut
keterangan, kedua lumpung batu ini berada pada situs Gedong yang merupakan
hasil ekskavasi/survey.
d. Petungkriono Masa Syailendra ( abad ke-VII-IX M )
Keturunan Dapuntra Syailendra yaiatu Sanjaya
penganut agama hindu adalah merupakan cikal bakal dari mataram kuno yang
mendirikan pusat kerajaan di Pekalongan pada pertengahan abad ke-7, terletak di
Limpung Kabupaten Batang dibuktikan dengan adanya prasasti Sojomerto.Diduga
lokasi kerajaan Sanjaya dahulunya terletak diantara Limpung dengan pantai utara
sebelah timur kota Batang yang dulu sebelum Batang menjadi Kabupaten merupakan
wilayah Pekalongan. Kemudian pusat kerajaan Sanjaya bergeser keselatan
disebelah selatan pegunungan Dieng, yaitu Kedu Selatan sebagai sebagai bukti
ditemukannya Prasasti canggal pada tahun 732 M di Desa Kadilluwih Kecamatan
Salam Kabupaten Magelang. Lokasi ini berbatasan dengan wilayah Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY).
Diwilayah Kabupaten Pekalongan hanya ditemukan
sebuah prasasti Rabwan yang ditemukan di Petungkriono bentuknya genta perungu .
Genta ini dipahati tulisan jawa kuno, tepatnya di Desa Tlogo pakis ditemukan
pada tahun 1952 yang wujudnya berupa genta perungu. Sekarang artepak ini ini
disimpan di Musium Jakarta. Isinya menyebutkan bahwa Rakyan I Wungkaltihang
bernama Pu Wirakrama mempersembahkan sebuah genta perungu kepada Bhatara Sang
Lumah I Rban pada tahun 905M.
e. Petungkriono Pusat Pemerintahan Pekalongan Hindu
Kuno
Struktur Pemerintahan masa kerajaan Mataram kuno
Syailendra adalah Pusat Pemerintahannya berada di Ratu Boko dan Dieng.
Sedangkan kerakaian Pekalongan pada saat itu tidak langsung dibawah kekuasaan
kerajaan, akan tetapi dibawah pemerintahan para Rakai yang bertempat diparakan
Temanggung. Pekalongan pada waktu itu dipimpin oleh Rakai Rakyan Betung dengan
pusat pemerintahannya di Petungkriono.
Sebagai pusat pemerintahan, Petungkriono membawahi
wilayah perdikan, Desa (Wana) dan Sima. Desa-desa atau Wana dan Sima itu adalah
nama sekarang merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Pekalongan seperti
Wonopringgo, Wonokerto. Dahulunya adalah nama-nama desa yang kepala desanya
disebut Phatani