Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah jenis
kera kecil yang hanya ada di Jawa. Lengkingan suaranya kerap terdengar di pagi
hari, mempunyai jelajah yang tetap, dan kesukaannya memakan buah-buahan hutan.
Hidupnya berkelompok kecil (2-7 individu), dan tergolong satwa paling setia (monogamy)
karena ia hanya hidup dengan pasangannya. Bahkan, jika pasangannya mati seekor
Owa rela hidup menyendiri sepanjang hayat. Satwa ini termasuk hewan yang
dilindungi, karena saat ini persebarannya terbatas akibat fragmentasi habitat,
degradasi hutan, juga pemburu. Kini, Lembaga konservasi dunia (UNC) menetapkan
hewan ini dalam kategori hewan yang terancam punah. Karena itu, dilakukan
penanganan Rehabilitasi Hutan Lahan (RHL) dan penanaman pohon dengan Kebun
Bibit Rakyat (KBR) untuk menjaga habitatnya.
Lalu, mengapa kopi ini disebut kopi Owa Jawa? Inilah sisi
menariknya, yakni kopi dan kelestarian Owa Jawa. Bukan seperti kopi luwak, yang
proses pembuatannya tak lepas dari peran hewan luwak sebagai perantara. Di
hutan Soko Kembang, praktik budidaya kopi yang sebenarnya telah banyak
berpengaruh terhadap masa depan kelestarian Owa Jawa dan secara langsung
mengangkat perekonomian masyarakat sekitar hutan.
Di sini keterkaitan antara kopi, kelestarian Owa Jawa serta
ekonomi kreatif benar-benar dapat saya pahami. Siklusnya seperti simbiosis
mutualisme (sama-sama menguntungkan). Tanaman-tanaman kopi tumbuh liar di
hutan, di bawah naungan pohon-pohon alami yang dihuni oleh satwa-satwa endemik
Jawa seperti Owa Jawa. Lalu, kopi ini diproses secara tradisional oleh
masyarakat sekitar hutan di Dusun Soko Kembang, yang tetap mempertahankan
pohon-pohon alami sebagai konsekuensi penting bagi konservasi habitat Owa Jawa
dan satwa-satwa endemik lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar